1. Apa yang
dimaksut pendidikan?
Pendidikan dalam arti sederhana artinya sebagai usaha manusia untuk
membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan
kebudayaan. Pendidikan atau pedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang
diberikan secara senjaga oleh orang dewasa agar
ia menjadi dewasa. Dewasa disini dimaksutkan adalah dapat bertanggung
jawab terhadap diri sendiri secara fisik, psikologis, paedagogis dan sosiologis
(Hasbullah, 2005 : 1).
John Dewey
Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan
fundamental secara intelek dan emosional kearah alam dan sesama manusia.
Ki Hajar Dewantoro
Pendidikan adalah tuntutan dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun
maksutnya, pendidikan yaitu mmenuntun
segala kekuatan kondrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia
dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya (Hasbullah, 2005 : 4).
Pendidikan dapat
diartikan secara maha luas, sempit
dan luas terbatas. Dalam pengertian maha
luas, pendidikan sama dengan hidup. Pendidikan adalah segala situasi dalam
hidup yang mempengaruhi pertumbuhan seseorang. Pendidikan adalah pengalaman belajar.
Oleh karena itu pendidikan sebagai
keseluruhan pengalaman belajar setiap orang sepanjang hidupnya. Hal ini
berarti pendidikan berlangsung tidak dalam batas usia tertentu, tapi berlansung
sepanjang hidup (life long). Sejak
lahir hingga mati (Drs. Redja Mudyaharho, 2001: 46).
Dalam pengertian maha luas,
tempat berlangsung pendidikan tidak terbatas dalam satu jenis lingkungan hidup
tertentu dalam bentuk sekolah, tetapi berlangsung
dalam segala lingkungan hidup manusia. Pendidikan sebagai pengalaman belajar
berlangsung baik dalam lingkungan budaya dalam masyarakat hasil rekayasa
manusia, maupun lingkungan alam yang terjadi sendiri tanpa rekayasa manusia.
Dalam pengertian sempit,
pendidikan adalah sekolah atau persekolahan. Sekolah adalah lembaga pendidikan
formal sebagai salah satu hasil rekayasa
dari peradaban manusia, disamping keluarga, dunia kerja dan negara dan lembaga
kenegaraan.
2. Sejak kapan manusia memerlukan pendidikan ?
Pendidikan manusia adalah sejak ia lahir di dunia. Ada juga
yang mengatakan sejak dalam kandungan seorang ibu, anak tersebut telah
mendapat pendidikan. (Suparman, 1997 : 1). Dari uraian tersebut kita mengetahui
bahwa pendidikan untuk anak memang dapat sejak dalam kandungan karena seorang
ibu dapat memberikan rangsangan kepada janin yang sifatnya mendidik janin
tersebut baik secara fisik atau kepribadian.
3. Sejak kapan manusia memerlukan pendidikan?
John Jurolimek melihat perkembangan manusia itu dengan membandingkan
dengan makhluk lain. Untuk mengetahui perbedaan itu dengan cara mengkontrasikan
bintang dengan kehidupan manusia. Sebuah contoh; seluruh kehidupan manusia mempunyai
kekuatan pendorong untuk melakukan sesuatu pekerjaaan demi terjaminnya kelangsungan
hidup (Aswandi Bahar, 1989: 114). Untuk
itu ia memerlukan tidak hanya kebutuhan
f isik saja, namun kehidupan dimana dia harus belajar menjadi apa dan siapa dia itu. Manusia harus belajar untuk ingin tahu mengenai
masyarakat dan kebudayaan, sebab dengan
hal ini akan menjmaun abadinya masyarakat dari
generasi satu ke generasi berikutnya. Untuk mitu perluinya pendidikan supaya mampu
mempertahankan kebudyaan masyarakat itu.
Yang
paling berharga dalam kehidupan
adalah potensinya untuk berkembang
(Aswandi Bahar, 1989 : 116). Sedangkan binatang dan tumbuhan dapat beradaptasi
pada lingkungan tertentu, namun manusia yang dapat hidup dimana saja dan manusia dapat
menyesuaikan dirinya dengan alam. Manusia dapat hidup dimana saja ada kehidupan, di permukaan bumi ini dan membuat suatu kehidupan bermasyarakat. Hal ini karena manusia mempunyai kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Manusia
berusaha memb uat kebudayaan sedemikian
rupa dan tidak mau tergantung pada alam.
Dalam psikologis ada konsep “actualization”. Untuk mencapai
potensi maksimum ini tergantung pada
berbagai faktor, termasuk variabel kepribadian seperti minat, motivasi, keinginan
dan lain-lain. Dan dalam pengmbangan
potensi ini adalah adanya kesempatan untuk belajar (Aswandi Bahar, 1989:
117). Sebagai contoh; didalam dunia ini ada
lebih dari 3000 bahasa dialek. Semua
manusia dapat mempunyai potensi untuk
mengetahui dan mempratekannya. Tapi persoalannya adalah kesempatan untuk
belajar yang tersedia sangat terbatas.
4. Siapa yang mempunyai kewenangan untuk
mendidik? Mengapa demikian?
a.
Pendidikan dalam lingkugan keluarga
Dalam mendidik anak-anak di sekolah melanjutkan pendidikan anak-anak yang
telah dilaksanakan oleh orang tua di
rumah. Berhasili baik dan tidaknya pendidikan di sekolah tergantung kepada dan dipengaruhi
oleh pendidikan di dalam keluarga. Pendidikan keluarga adalah fundamen atau
dasar dari pendidikan anak selanjutnya (Ngalim Purwanto, 1993 : 85).
Dalam mengemukakan pendidikan keluarga telah ada ahli dari zaman dahulu telah yang
membahasnya, antara lain:
J.J. Rosseau (1712-1778) ia menganjurkan agar pendidikan anak disesuaikan
dengan tiap-tiap perkembangannya sedari kecilnya (Ngalim Purwanto, 1993 : 86).
Pestalozzi (1746-1827) ia menguratakan tentang
penidikan keluarga sebagai unsur pertama dalam kehidupan masyarakat dan juga
menguraikan bagaimana cara memberi
pelajaran dan pada agama pada anak-anak.
Untuk yang perlu diperhatikan:
1.
Jangan sering kali melemahkan semangatnya dalam usaha
hendak berdiri sendiri.
2.
Jangan memberi
malu atau mengejek anak-anak di muka orang
lain.
3. Jangan
terlalu membeda-bedakan dan berlau pilih kasih terhdap anak dalam
keluarga.
4. Jangan memanjakan anak, tapi juga tidak
baik tidak mempedulikan sedikit pada anak-anak (Ngalim Purwanto, 1993 : 95).
b.
Guru
Cole S. Btembeck mengemukakan peranan sosial g uru di sekolah, sebagai
berikut:
1.
Sebagai alat peraga
2.
Sebagai penguji
3.
Sebagai orang yang berdisplin.
4.
Sebagai orang kepercayaan.
5.
Kseabagai orang pengenal kebudayaan
6.
Sebagai penganti
orang tua.
7.
Sebagai orangg penasihat siswa
(Aswandi Bahar, 1989 : 148).
c.
Masyarakat
John Jorolimek mengatakan bahjwa tujuan
utama pendidikan adalah mengajar
siswa agar dapat menyesuaikan diri dengan realita alam sosial ( Aswandi Bahar, 1989 : 90).
Sosial realitas mengharapkan sekolah untuk tidak menutup mata dengan
kenyataan ini, tapi harus menjadi pusat perhatiannya. Para
siswa harus dididik dan dipersiapkan untuk menghadapi kenyataan ini atau hidup dalam masyarakat yang beraneka
ragam ini. Karena kenyataan atau fakata berbeda dari satu
daerah dengan daerah lain. Dengan
sendirinya kurikulumnya berbeda dari satu daerah dengan daerah lain, sehingga
siswa mengetahui perbedaan keadaaan dan siap menghadapi kenyataan dengan arti
dia dapat menyesuaikan diri dengan
memecahkan permasalahannya.
Referensi :
Drs. J. Suparman. 1997. Sejarah Pendidikan. Surakarta : Univesitas Sebelas Maret.
Drs Aswamndi Bahar 1989 .Dasar-Dasar Pendidikan . Jakarta:
Depdikbud.
Drs. M. Ngalim M. Purwanto. 1993. Ilmu
Pendidikan Teori dan praktis. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
No comments:
Post a Comment